Digital Audio Interkoneksi & Kisah-Kasihnya

Digital audio koneksi memang masih seusia jagung muda di komunitas pro-audio environment. Dilihat dari sejarah AES3 yg baru dikembangkan di tahun 1985 dan ternyata baru masif penggunaannya di kalangan grass-root audio community di awal tahun 2000. Tidak seperti adiknya, analog koneksi sudah mapan dgn wibawa XLR dan TS.  Belum lagi hegemoni dari  berpuluh2 kilo junction box dan snake cable yang menjema jadi “aku adalah raksasa”. 

 

Dalam larinya, digital audio koneksi dipenuhi dgn berbagai macam kompetitor yg punya keunggulan di setiap sisinya. Masing2 teknologi (manufacture) terus berusaha mengembangkan sistem transport yg menuju arah  real-time process, low cost-reliable, bebas interference dan unlimited distance.  Saat ini mereka sudah keluar dengan konklusi sementara, bahwasannya ada dua jenis wilayah dalam digital audio koneksi. 

 

Wilayah yang pertama adalah digital audio transport. Wilayah ini menggunakan “fully standard based network”  dgn kata lain, membutuhkan specific recommended interface (biasanya dari manufacturer tersebut) untuk mentransmit signal. Ada 4 teknologi protocol yg diakui dalam wilayah ini dikarenakan pertimbangan banyaknya manufacture yg “terlanjur”  menggunakannya. 

 

AES3 atau yang lebih dikenal dgn AES/EBU adalah teknologi pertama sistem transport 2 channel digital audio yg dikembangkan oleh Audio Engineering Society dan European Broadcasting Union. Di desain untuk support terhadap PCM encode atau DAT format di 48kHz dan 44.1 kHz ( format untuk redbook CD audio).  Sistem recovery clock ratenya menggunakan teknologi yg bernama Biphase mark code (BMC).  

Ada 2 jenis kabel  yg biasa digunakan oleh AES/EBU. Tipikal penggunaanya berdasarkan kebutuhan seberapa jauh jarak transportasinya. Kabel yang pertama yaitu twisted pair balance 110 ohm dgn XLR konektor. Jenis kabel ini mempunyai distance limit hingga 100 meter. Jenis kabel kedua yaitu unbalanced coaxial 75 ohm dgn BNC konektor. Jenis kabel ini bisa digunakan sampai lebih dari 1000 meter. Protocol AES3 menggunakan kabel pertama sedangkan protocol AES3id (yg merupakan pengembangan dari AES3, contain datanya tetap sama) menggunakan kabel kedua. 

 

S/PDIF (Sony/Philips Digital Interconnect Format) merupakan consumer version dari AES3. Data yg dicarrier hampir sama bentuknya dgn AES3, perbedaannya hanya pada penggunaan frame bitnya. AES3 max. resolusinya 24 bit, sedangkan S/PDIF hanya terbatas hingga 20 bit. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh pada output voltage yg dihasilkan keduanya. 

S/PDIF bisa menggunakan 2 jenis kabel. Yang pertama, 75 ohm Coaxial cable dgn RCA/BNC konektor  dan yang kedua optic fiber cable dgn konektor TOSLINK. Tidak ada perbedaan jenis signal  yg ditransmit antara kedua kabel ini. Keduanya sama2 mempunyai kelebihan. Biasanya coaxial  lebih murah 50 % daripada optic fiber cable. Untuk  kondisi medan yg mengharuskan kabel menekuk disana-sini coaxial cable lebih reliable. Fiber optic  memerlukan kodisi tertentu dalam proses instalasinya. Kelebihan dari TOSLINK, ia tidak punya issue terhadap ground loops dan RF interference. TOSLINK merupakan registred trademark dari Toshiba Corporation. TOSLINK konektor pada fiber optic memang luas digunakan untuk aplikasi digital audio transport. Kapasitas bandwidth yg dimiliki adalah 125 mbit/second.

 

MADI (MultiChannel Audio Digital Interface) mulai dikembangkan sekitar tahun 1989. MADI adalah perkembangan advance dari protocol AES3. Nama barunya adalah AES10. Perkembangan teknologi terakhir,  channel yg di transport dalam 1 kabel bisa mencapai 64 channel di sample rate up to 96 kHz. Keterbatasan MADI masih pada bandwidth 100mbit/second dan memerlukan external wordclock tambahan. Jenis kabel yang digunakan , 75 ohm unbalanced coaxial with BNC connector dan plastic optical fiber  (network cables 62.5/125)with SC connector. SC dan TOSLINK mempunyai bentuk yg hampir sama. MADI juga mampu mentransport 16 channel data MIDI dalam 1 kabel yg sama.  Protocol2 pendahulunya hanya mampu mengoptimalkan aplikasi transport pada sistem teknologinya. Lain halnya dengan MADI yg mampu menjalankan 2 tugas secara bersamaan yaitu control dan transport. Beberapa manufacture pro-audio yang sudah support dgn sistem transport baru ini diantaranya : RME, SONY, DIGICO, STUDER, Euphonix, LAWO, OTARI, Yamaha dan AMS NEVE, SSL. 

 

ADAT lightpipe atau secara resminya mempunyai nama ADAT optical Interface dikembangkan  pertama kali oleh manufacture pro audio Alesis. Protocol ini menggunakan jenis kabel fiber optic dengan TOSLINK konektor. Lightpipe mampu membawa 8 channel uncompressed signal audio di sample rate 48 kHZ dan 24 bit resolution. Berkat teknologi SMUX, saat ini ADAT mampu membawa 4 channel audio di sample rate 96 kHz.  Meskipun S/PDIF dan ADAT lightpipe menggunakan jenis kabel-konektor yg sama, kedua interface ini tidak bisa dihubungkan. 

 

TDIF (Tascam Digital Interface), sebuah protocol yang dikembangkan oleh manufacture bernama TASCAM. Protokol ini pertama kali digunakan oleh DA-88, 8 channel multitrack recorder dgn medium casette video Hi-8-MP. TDIF menggunakan kabel coaxial dan pin 25 d-sub sebagai konektornya. 1 kabel TDIF mampu mentransport 8 channel audio simultan biderectional. Lain kata, total channel yg mampu dibawa adalah 16 channel, 8 in dan 8 out.

 

4 Protocol raksasa ini hanya berfungsi sebagai transport function. Kecuali MADI yg mampu membawa 16 channel MIDI data.

 

Wilayah yg kedua yaitu Digital Audio Network.  Mengadoptasi Ethernet via LAN teknologi, digital audio network menawarkan sebuah sistem baru yang revolusioner dalam dunia interconection di pro-audio community. 

 

Mengapa Ethernet? Sudah saatnya pro-audio industri membutuhkan sistem interconnection yg baru, sesuatu yg simple dan reliable. Ethernet menjawab kebutuhan ini sebagai hardware yg sudah lama dikembangkan manufacture raksasa industri telekomunikasi seperti cisco dan 3com. Pro audio industry mengambil keuntungan dari segi :

1. low cost, karena penggunaan ethernet yg sudah populer hingga skala home-user.

2. Satu buah ethernet network bisa digunakan untuk mentransmit audio, data, video dan telephone.

3. Topologi ethernet network sangat flexible. Bisa hanya poin to point hingga yg berskala besar seperti modifikasi star dan daisy chain yg menghubungkan berpuluh2 device dalam satu network.

4. Luasnya berbagai macam pilihan dalam infrastructure wiring.

5. Ethernet bersifat open network. Satu interface bisa mengontrol banyak device dari bermacam2 equipment.

Perkembangan teknologi ethernet saat ini bisa dikatakan sangat jauh berbeda dengan ethernet di saat pertama kali  di temukan. Data rates yg ditawarkan sudah mencapai 1 gigabit per second bahkan hal ini akan terus selalu berkembang hingga angka yg tidak terhingga. Tentunya hal ini sudah jauh lebih cukup utk kebutuhan audio transport. Belum lagi perkembangn full duplex yg membuat segala suatunya jadi multi directional dan ditambah lagi kemampuan switches yg merestorasi  bandwidth di setiap linknya, menjawab semua mimpi komunitas pro audio akan sistem interkoneksi yang simple, real-time process, low cost-reliable, bebas interference dan unlimited distance. Satu2nya kelemahan dari Ethernet adalah sifatnya yang bukan time dependent. Jelas sekali ini bertolak belakang dengan signal digital audio yg sangat bergantung pada clock.

 

Beberapa pelaku dalam wilayah ini di antaranya adalah 

 

1. Cobranet gabungan dari hardware dan software yg dikembangkan oleh Cirrus logic, sebuah Manufacture pro audio dari Texas Amerika yg menawarkan kemampuan delivery real time 64 channel bidirectional (128 in-out) 48 kHz/20 bit dalam satu kabel cat5. Cobranet menggunakan 100Mbps Ethernet controller. Cobranet membutuhkan buffer size di setiap transmitter dan receivernya. Hal ini menghasilkan latency  5,33 milisecond (256 samples) di setiap koneksi antar device. Perkembangan terakhir, para pengguna cobranet bisa memilih angka latency yang diinginkan, mulai dari 1 sampai 7 milisecond. Untuk control aplication, cobranet menggunakan protocol SMNP, protocol di application layer pada ethernet yg sudah berkembang lama sejak awal 90-an. Beberapa manufacture yg sudah menggunakan lisensi cobranet diantaranya adalah : Ashly, Bose, BSS, Crest Audio, Crown, DBX, Digitech, Dynacord, EAW, Electro voice, JBL, Lab.gruppen, Rane, QSC, Peavey, Yamaha dan Whirlwind. Lisensi Cobranet saat ini cenderung digunakan oleh perusahaan pro audio yang memproduksi amplifiers, speakers dan DSP box.

 

2. Ethersound, musuh tapi mesra dari Cobranet yg dikembangkan oleh Digigram, sebuah manufacture pro-audio yg berasal dari Prancis. Mereka menawarkan 2 macam porsi sistem transport. Untuk yang seri ES-100, ia mempekerjakan 100mbps ethernet dgn pelayanan 32 channel bidirectional (total 64 channel) signal audio uncompressed di 24 bit /48 kHz transport dan control data dgn menggunakan satu kabel cat5. Sedangkan seri ES-Giga System Transport menggunakan jaringan 1 Gbps yg mampu mentransport 512 channel signal audio di 24 bit/48 kHz  dan control data dengan menggunakan kabel cat5e. Untuk masalah latency, Digigram mengklaim dirinya hanya memiliki latency 104 microseconds. Mengadopsi AES3, Ethersound juga memiliki built in clock recovery system. Control applikasinya menggunakan protocol TCP/IP. Beberapa manufacture yang menggunakan lisensi Ethersound diantaranya, Allen&Heath, Digico, Innovason, Klein+Hummel, Focusrite, L-Acoustics, Martin Audio, Nexo, Yamaha, Whirlwind dan XTA.

 

3. Rocknet, satu lagi produk anyar dari German. Developernya bernama Media Numerics, sebuah perusahaan yang memfokuskan diri khusus pada real-time network solutions for live performance. Hanya saja dibalik transparansi dan intuitive system network yang ditawarkan mereka menyembunyikan teknologi apa yang mereka gunakan. Rocknet mampu membawa 160 channel signal audio di 24 bit/48 kHz dgn menggunakan satu kabel cat5. Mereka membatasi jumlah device yang bisa dihubungkan hingga pada angka 99. Rocknet hanya bisa digunakan pada topology redundant network dan mereka tidak support dgn interface third party lainnya. Rocknet kembali menawarkan romantisme wilayah digital audio transport yaitu eksklusif dan mahal.

 

4. MAGIC, dikembangkan bersama2 oleh Gibson dan Cirrus Logic menawarkan sistem network yang mampu mentransport 32 biderectional channel di 32 bit/48 kHz uncompressed signal audio (sample rate bisa hingga 192 kHz). Magic juga mampu mentransmit MIDI, video dan control information. Semuanya dilakukan dgn menggunakan 1 kabel cat5. Latency yang mereka claim yaitu 250 microsecond di network yg berjarak 100 meter (end to end).

 

5. A-net, di desain secara khusus untuk streaming audio. Nama developernya adalah Aviom, perusahaan yang menjadi third party partner untuk Digidesign Venue. Sama dengan Ethersound, mereka menawarkan 2 system networking. Yang pertama yaitu Pro 16 series, menawarkan 32×32 atau 48×16 bidirectional channel signal dgn 1 ms latency. Sedangkan yang kedua yaitu Pro 64 series, latency yang dimiliki sama dengan Pro 16 hanya saja perbedaanya pada option sample rate yang lebih tinggi selain itu Pro 64 juga mampu mentransport 64×64 bidirectional channel signal audio. A-net cenderung berorientasi pada point to point audio distribution dan mereka menawarkan one total solution for networking, lain kata mulai dari preamp beremote control hingga personal mixer dibawah satu nama. Control aplikasinya menggunakan protocol MIDI, GPIO atau RS-232. 

 

6. HiQnet dari Harman. Dikembangkan khusus hanya untuk produk2 dari Harman Kardon, seperti JBL Vertec, AKG WMS 4000, Crown CTs dan Macro tech series, dbx DriveRack 4800, Studer Vista dan Soundcraft Vi6. HiQnet support 64 channel streaming audio sampai pada 96 kHz, semuanya menggunakan standard ethernet device.

 

7. mLAN, high speed transfer protocol yg menggunakan port firewire IEEE1394  mampu membawa 150 channel di 24bit/48 kHz. Transfer rate di mLan mencapai 200 mbps. mLan juga support terhadap MIDI dan control data lainnya. mLAN juga bisa digunakan bersama dgn semua DAW yang support terhadap ASIO, Apple Core Audio and Core MIDI dan juga aplikasi lainya yang menggunakan WDM stereo audio. Yamaha, adalah nama yang bertanggung jawab terhadap development mLAN.

 

Dari semua teknologi yang menggunakan kabel CAT5, maksimum panjang kabel adalah 100 meter, kecuali Aviom. Penggunaan repeater juga bisa dilakukan sebagai solusi, alternatif lainnya yaitu optical fiber cable. Jenis kabel Cat5e digunakan untuk teknologi yang support terhadap network 1 gbps. 

 

Digital Audio Network seharusnya menawarkan sebuah sistem networking yang open standard, hal ini tentunya harus dimanfaatkan para pelaku di dalamnya untuk saling bercoexist menuju sebuah ultimate system networking yang lowcost, reliable dan open karena masing2 dari teknologi tersebut memiliki tingkat kompromisitas terhadap situasi dan kondisi tertentu. Peran AES  juga diharapkan untuk segera mestandarisasikan teknologi digital audio network agar setiap manufacture mempunyai access ke seluruh informasi development  teknologi sehingga mengurangi error cost dan memberikan jaminan kepada konsumen.


 

reference :

http://www.prosoundweb.com/studyhall/net/transport/audio.php

http://www.ethersound.com/index.php

http://www.axiaaudio.com/tech/ethernet4audio/default.htm

http://www.proavmagazine.com/industry-news.asp?sectionID=1618&articleID=592312&artnum=2

http://www.cobranet.info/en/

http://www.eetasia.com/ART_8800311349_499501_TA_5e15a16e.HTM

http://www.aviom.com/

http://www.medianumerics.com/

http://www.mlancentral.com/

http://hiqnet.harmanpro.com/onelanguage.html

http://www.gibson.com/en-us/Divisions/Audio/MaGIC/ 

 

Leave a comment